Rabu, 13 September 2017

Regional Trade Agreements Sebagai Salah Satu Hambatan Perkembangan Negosiasi Di WTO



REGIONAL TRADE AGREEMENTS SEBAGAI SALAH SATU HAMBATAN PERKEMBANGAN NEGOSIASI DI WORLD TRADE ORGANIZATION

LATAR BELAKANG
WTO (World Trade Organization) adalah organisasi ekonomi global, Sebagai organisasi kerjasama perdagangan yang besar, WTO mengalami banyak kesulitan dalam menentukan kebijakanya, terutama dalam hal membuat kesepakatan, sesuai dengan prinsip dari WTO itu sendiri bahwa dalam pengambilan keputusan dengan konsesus dari semua anggotanya. WTO sulit membuat keputusan karena proses negosiasi yang sangat lama. Sebagai organisasi multilateral dengan anggota yang cukup banyak yaitu 146 negara anggota, (About WTO , 2016 ) WTO telah membuat negara negara anggota mencari alternatif lain dalam menjalankan liberalisasi perdagangan sebagaimana yang diharapkan karena proses negosiasi yang cukup lama. Pembentukan organisasi perdagangan internasional dilakukan oleh negara negara sebagai langkah untuk meningkatkan perdagangan internasional, salah satunya adalah Regional Trade Agreements.
RTAs (Regional Trade Agreements) merupakan kesepakatan antara kelompok negara-negara dalam suatu wilayah yang kemudian terbentuk blok untuk menjalankan liberalisasi perdagangan dengan menghilangkan batasan batasan perdagangan antar negara dikawasan itu sendiri. (Regional Trade Agreement, 2015) RTAs tercipta sebagai reaksi atas organisasi multilateral yang lambat dalam membuat keputusan, selain itu juga sebagai bentuk untuk mendukung liberalsiasi ekonomi, selama ini RTAs tidak menghambat liberalisasi ekonomi namun justru dapat membuat proses lebih cepat karena anggota yang tidak sebanyak organisasi WTO, dalam hal ini RTAs dapat menjadi suatu blok untuk menjalankan liberalisasi multilateral. (Sally, 2004). RTAs tercipta untuk mendukung liberalisasi perdagangan multilateral namun terciptanya RTAs itu sendiri memberi dampak yang kemudian menghambat proses negosiasi dalam WTO.
RUMUSAN MASALAH
Mengapa regionalisasi justru dapat menghalangi perkembangan negosiasi antarnegara dalam WTO?




PEMBAHASAN
A.  RTAs lebih efektif dibanding WTO
WTO (World Trade Organization) beranggotakan begitu banyak negara didunia yang termasuk didalamnya negara negara maju dan berkembang, dalam proses negosiasi antar anggota WTO mengalami kesulitan untuk membuat kebijakan agar menguntungkan semua pihak. Dalam beberapa kasus negara berkembang sering merasa tidak diperhatikan karena power dari negara maju, seperti halnya dalam kesepakatan  pengurangan subsidi pertanian yaitu AOA (Agreement on Agreeculture) yang hasilnya membuat  kelompok negara negara berkembang merasa dirugikan  karena penghasilan negara negara berkembang yang mayoritas adalah pertanian. (Wulandari, 2017) merasa dirugikanya negara negara berkembang membuat kekecewaan terhadap organisasi global WTO. Negara negara anggota di dalam WTO memiliki keadaan yang berbeda beda, sehingga kebijakan yang dibuat belum tentu dapat disetujui atau menguntungkan semua pihak, hal ini karena keanggotaan WTO yang sangat luas.
 Kehadiran RTAs (Regional Trade Agreements)  menjadikan negara negara berkembang memiliki harapan untuk terlibat dalam liberalisasi ekonomi karena dengan anggota yang sedikit dan berada dalam kawasanya, negara negara dalam RTAs dapat membuat kesepakatan yang sesuai dengan keadaan negara negara dikawasanya. Negara negara berkembang yang tergabung dalam RTAs dapat mengasah kemampuanya dalam perekonomian internasional untuk terlibat lebih jauh didalam perekonomian global. RTAs menjadi sangat efektif karena jalan membuat keputusan dan perjanjian antar negara negara di suatu kawasan menjadi lebih mudah. Sebagai contoh perjanjian perdagangan di organisasi regional AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang mengurangi hambatan perdagangan dikawasan ASEAN dan kemudian memberi keuntungan bagi negara negara ASEAN karena negara negara yang tertinggal seperti Laos, Myanmar, Kambodja dapat ikut serta dalam perdagangan regional dan memberi dampak positif bagi negaranya karena pengurangan tarif perdagangan regional dalam bidang pertanian justru membuat negara negara kurang berkembang mendapat banyak pasar dan dapat menunjukan kualitasnya, serta meningkatkan produksi. Komitmen negara negara didalam AFTA juga disesuaikan dengan keadaan negara, seperti negara negara kurang berkembang Laos, Burma, Kambodja, vietnam yang akan mengurangi tarif mereka dari 0-5% mulai tahun 2015. Tingkat kerjasama didalam organisasi regional akan terus meningkat untuk saling membantu dalam mengamankan perekonomian regional sebagai akibat dari ketergantungan ekonomi juga, sehingga beberapa negara dalam satu kawasan dapat mentolerir dampak negatif yang terjadi terhadap negaranya demi keuntungan bersama dan kemajuan ekonomi jangka panjang seperti halnya Thailand yang kehilangan pasar berasnya sebesar 0,5% untuk Vietnam. Dalam kesepakatan AFTA, dampak negatif juga terjadi namun dampak dampak negatif tersebut dapat diterima oleh negara negara yang mengalaminya, seperti Thailand yang kehilangan pasar bagi beberapa produknya dikarenakan produknya saat itu tidak dapat bersaing dengan produk produk negara ASEAN lainya, namun keuntungan yang didapat Thailand juga cukup besar dan kehilangan pasar bagi Thailand adalah tantangan untuk meningkatkan kualitas produknya. (AFTA)
Bentuk kerjasama perdagangan dalam suatu kawasan memiliki banyak keuntungan bagi negara negara anggotanya. Salah satu keuntungan besarnya adalah terwujudnya ekonomi kawasan yang maju. Kerjasama yang dilakukan dalam suatu kawasan lebih banyak mempertimbangkan keadaan negara negara anggotanya dan proses negosiasi dalam satu kawasan lebih mudah dilakukan karena dalam satu kawasan memiliki keanggotaan yang mayoritas seprti halnya AFTA yang mayoritas adalah negara negara berkembang. Dibandingkan dengan WTO tentu RTAs dapat lebih diandalkan untuk memajukan perekonomian negara negara anggota.
B.  RTAs dan WTO
Organisasi perdagangan global, WTO dan RTAs memiliki tujuan yang sama untuk memajukan liberalisasi perekonomian internasional. Kekhawatiran yang muncul adalah bahwa implementasi dari kedua organisasi tersebut akan terjadi tumpang tindih kebijakan perdagangan diantara negara negara anggota. Terciptanya RTAs kemudian membantu WTO dalam mengambil ranah yang lebih kecil seperti negara negara yang selama ini didalam WTO tidak memiliki power atau keuntungan yang cukup. Hampir dari setiab negara anggota WTO telah memiliki organisasi perdagangan regional masing masing bahkan RTAs yang diikuti negara negara anggota WTO bisa lebih dari satu RTAs. (Regional trade agreements) Untuk menjaga harmonisasi antara organisasi global dan regional serta menghindari tumpang tindih kebijakan antara kedua organisasi, WTO menerapkan beberapa langkah untuk mengatur RTAs. Pada dasarnya, WTO menerapkan prinsip non diskriminasi, namun untuk RTAs merupakan pengecualian dan diberi wewenang dibawah WTO sesuai dengan peraturan peraturan didalamnya. Untuk menjaga kepentingan WTO atas dampak dari terbentuknya RTAs, sekretariat WTO dimina untuk mengumpulkan informasi terkait RTAs untuk meningkatkan transparansi didalam keanggotaan WTO itu sendiri. (Shadikhodjaev, 2011)
Efek yang sebenarnya terjadi akan adanya RTAs adalah bahwa kerangka kerja perdagangan multilateral menjadi lebih kuat dengan menguatnya blok disetiap regional yang ada dan keterlibatan aktif negara negara dalam aktifitas liberalisasi perdagangan, serta beberapa kerangka kerja regional dapat mengurangi kekurangan yang terjadi didalam organisasi global yaitu WTO. Dalam hal ini, RTAs dapat membantu WTO dalam meningkatkan liberalisasi ekonomi, (benefits of trade liberalisation , 2017) namun dalam beberapa hal tentu RTAs dapat menghambat kinerja WTO, seperti dalam proses negosiasi didalam WTO yang menjadi kian sulit ditemukan kesepakatanya. Regionalisasi menjadikan blok blok yang membangun karakter perekonomian yang berbedaantara regional satu dengan yang lainya.

C.  RTAs menghambat negosiasi di WTO
Proses negosiasi dalam WTO selama ini mengalami berbagai kesulitan karena banyak hal, salah satunya adalah terbentuknya RTAs, ini adalah hal yang sifatnya saling mempengaruhi karena sulitnya negosiasi dalam WTO membuat negara negara anggota membentuk organisasi perdagangan regional (Sally, 2004) namun kembali lagi, bahwa terbentuknya RTAs juga menghambat proses negosiasi dalam WTO. Yang menjadi faktor utamanya adalah bahwa RTAs menjadi organisasi yang lebih efektif dibanding WTO, meski WTO juga mengambil peran dalam mengatur RTAs yang ada. Dengan efektifitas yang dimiliki RTAs, maka negara negara anggota WTO lebih mengutamakan kepentingan didalam regionalnya, proses negosiasi menjadi semakin lama dengan hilangnya kredibilitas WTO dimata negara negara anggota, pasalnya sejak tahun 1995 WTO tidak mampu membuat perjanjian sampai pada tahun 2013 di Bali terbentuk perjanjian baru (World Trade Organization (WTO), 2014). Dibandingkan dengan RTAs yang telah menghasilkan banyak kesepakatan dan perjanjian, tentu negara negara anggota WTO lebih memilih untuk melakukan aktifitas liberalisasi perdagangan melalui RTAs. Semakin jelas dengan melihat tujuan dari terbentuknya RTAs pada negara negara berkembang yang bertujuan melindungi kepentingan negara negara dikawasan dari dominasi negara negara maju sehingga mampu meningkatkan daya saing dengan negara negara diluar kawasan. (Secretariat, 1999) Kemajuan RTAs seakan membentuk suatu blok yang kuat sehingga perlu dipertimbangkan dalam proses negosiasi di WTO.
RTAs membentuk blok blok tersendiri dalam menjalankan liberalisasi perekonomian internasional, dengan tujuan memperkuat potensi ekonomi kawasan dan meningkatkan daya saing serta memproteksi perekonomian kawasan (Muttaqin). Blok-blok tersebut memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainya, hal ini menimbulkan kesulitan dalam perundingan di WTO. RTAs memperkuat negara negara anggotanya dalam kegiatan perekonomian dan menambah power di regional, hal inilah yang kemudian dalam negosiasi WTO diwarnai berbagai kepentingan dan blok blok dari regional yang ada. Penulis berasumsi bahwa terciptanya RTAs dapat menghambat negosiasi di WTO dapat dikiaskan dengan sebuah negara demokrasi yang menciptakan banyak lembaga dengan karakter yang berbeda beda sehingga dalam menghasilkan suatu kebijakan pemerintah, akan muncul pro dan kontra yang kuat dari lembaga sesuai kepentinganya. Dalam negosiasi WTO, RTAs secara tidak langsung telah membuat suara dari negara negara anggotanya menjadi searah dan kuat sehingga dalam proses negosiasinya, negara negara anggota akan terus memperjuangkan kepentinganya dengan dukungan negara negara anggota lain dari satu kawasanya.
Sulitnya  negosiasi dalam WTO salah satunya adalah  Doha Development Agenda (DDA) yang sulit disepakati karena perbedaan pendapat antar negara negara anggota di WTO, Uni Eropa dan Amerika Serikat menyarankan kebijakan tersebut, agenda yang menyepakati 20 bidang perdagangan tersebut mengalami kelambatan dalam mencapai kesepakatan karena perbedaan persepektif terutama antara negara maju dan berkembang, disisi lain beberapa negara berkembang telah mengalami perkembangan ekonomi yang kuat sehingga pendapatnya sangat dipertimbangkan, serta negara negara berkembang saat itu telah memiliki pasar bebas regional yang membuat penghilangan subsidi ekspor pertanian yang menjadi salah satu isi dari DDA mengalami perdebatan panjang. (Lester, 2016 )



KESIMPULAN

Proses negosiasi didalam WTO yang sulit dan lambat serta dominasi oleh power dari negara negara maju membuat negara negara anggota WTO menciptakan sendiri organisasi regional atau RTAs (Regional Trade Agreements) yang bertujuan untuk melindungi kepentingan negara negara anggota dalam hal liberalsiasi perdagangan karena proses didalam WTO terdapat politik yang cukup luas sehingga menghambat negara negara berkembang dalam menjalankan liberalisasi perdagangan. Dampak dari terciptanya RTAs itu sendiri kemudian memberi sumbangsih besar dalam aktifitas liberalisasi perdagangan internasional artinya RTAs telah membantu melengkapi kekurangan yang dialami WTO.
Dampak lain yang muncul adalah bahwa proses negosiasi dalam WTO kian sulit akibat adanya penguatan karakter ekonomi oleh kawasan kawasan yang telah membentuk RTAs. Pembentukan RTAs membuat negara negara berkembang menjadi lebih kuat dan memiliki power untuk bernegosiasi di WTO sehingga proses negosiasi tidak berjalan mudah karena perjanjian yang akan disepakati dalam WTO tentu menimbulkan pro dan kontra diantara negara negara anggota karena perbedaan kondisi sebuah negara. Dalam kasus apabila tidak ada RTAs maka negara negara berkembang akan kesulitan dalam melawan kepentingan negara maju karena ketergantungan besar dari negara negara berkembang terhadap negara maju, dengan adanya RTAs negara negara berkembang dalam satu kawasan telah memiliki kekuatan ekonomi serta ketergantungan ekonomi antar negara berkembang sehingga dalam mennghadapi kepentingan negara maju, negara berkembang memliki mental yang cukup, hal ini menyebabkan alotnya negosiasi dalam perjanjian di WTO.







Bibliography

About WTO . (2016 ). Retrieved from WTO : https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_e.htm
AFTA, a. (n.d.). BENEFITS FROM ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TARIFF CUTS . Retrieved from business-in-asia: http://www.business-in-asia.com/asia_freetrade.html
benefits of trade liberalisation . (2017). Retrieved from OECD: http://www.oecd.org/trade/benefitlib/regionaltradeagreements.htm
Lester, S. (2016 ). Is the Doha Round Over? The WTO’s Negotiating Agenda for 2016 and Beyond. Retrieved from cato institute : https://www.cato.org/publications/free-trade-bulletin/doha-round-over-wtos-negotiating-agenda-2016-beyond
Regional Trade Agreement. (2015). Retrieved from Retrieved from ministry of industry, trade and tourism: http://www.mit.gov.fj/index.php/divisions/trade-division/regional-trade-agreement
Regional trade agreements. (n.d.). Retrieved from World Trade Organization: https://www.wto.org/english/tratop_e/region_e/region_e.htm
Sally, R. (2004). The WTO in Perspectif, The Politics of WTO. . In M. Hocking, Trade politics (p. 112). USA: Routledge.
Secretariat, A. (1999). ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA): AN UPDATE. Retrieved from ASEAN : http://asean.org/?static_post=asean-free-trade-area-afta-an-update
World Trade Organization (WTO). (2014). Retrieved from KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA: http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/World-Trade-Organization-%28WTO%29.aspx
Wulandari, A. (2017). DAMPAK KEBIJAKAN WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) PAKET BALI 2013 TERHADAP PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN INDONESIA . Retrieved from unpas: http://repository.unpas.ac.id/27904/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak Keputusan ICJ (International Court of Justice) Terhadap Hubungan Indonesia Dan Malaysia

            Keputusan ICJ (International Court of Justice) atas kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan berdampak pada hubungan kedua N...