Rabu, 13 September 2017

Dampak Keputusan ICJ (International Court of Justice) Terhadap Hubungan Indonesia Dan Malaysia




            Keputusan ICJ (International Court of Justice) atas kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan berdampak pada hubungan kedua Negara dalam persoalan batas Negara.[1] Dampak keputusan tersebut memiliki sisi positif dan negative. Resolusi konflik yang dilakukan ICJ untuk sengketa pulau Sipadan dan Ligitan dapat dikatakan berhasil namun dalam resolusi tersebut terdapat kekurangan yang membuat hubungan Indonesia dan Malaysia menjadi tegang dikonflik yang bersangkutan. Secara tunggal dalam melihat sengketa wilayah Sipadan Ligitan semata maka dapat dikatakan penyelesaian dilakukan dengan damai karena kedua Negara yang bersengketa memang menginginkan keadaan damai. Kedua Negara telah menyerahkan segala putusan kepada ICJ dan keduanya akan menerima segala keputusan oleh karenanya kedua Negara sepakat untuk ditiadakanya banding setelah keputusan dikeluarkan.[2] Pasca keputusan ICJ, Malaysia sebagai Negara yang memenangkan sengketa Sipadan Ligitan melakukan diplomasi public melalui duta besarnya “Dato’ Mohammad Isa” di Indonesia dan menyerukan bahwa masyarakat ataupun pemerintah Indonesia diharapkan dapat menerima keputusan sehingga pembahasan lanjut terkait batas peraiaran dapat dibahas secepatnya.[3]
kekalahan Indonesia dalam sengketa Sipadan Ligitan secara tidak langsung telah member dampak yang positif, pasca sengketa Indonesia semakin aktif dalam melindungi dan memberdayakan wilayah perbatasan untuk menghindari sengketa yang serupa. Upaya Indonesia dalam mempertahankan dan memberdayakan pulau pulau terluar adalah dengan amanat presiden No.112 tahun 2006 untuk melakukan kegiatan Toponim yaitu memberi nama kepada pulau pulau yang belum terjamah atau dinamai, kegiatan tersebut menghasilkan 13.466 nama pulau dan telah didepositkan kepada PBB pada tahun 2012. Upaya lain yang dilakukan Indonesia adalah focus pembangunan dipulau kecil terluar Indonesia, pulau tersebut berjumlah 12 yang meliputi; nusa Kambangan, Pulau Sebatik, Miangas, Marore, Marampit, Lingayan, Maratua, Wetar, Alor, Enggano, Simuk, dan Dubi kecil.[4] Pengelolaan pulau kecil terluar dilakukan atas dasar perasturan presiden No.78 tahun 2005 pasal 2 point c yang menyatakan tujuan pengelolaan pulau kecil terluar adalah untuk memberdayakan masyarakat guna peningkatan kesejahteraan.[5]
Selain dampak positif yang terjadi, dampak negative  yang timbul setelah resolusi konflik yang dilakukan ICJ  adalah masalah batas teritorial laut. Malaysia secara sepihak membuat batas laut territorial 12 mil dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sepanjang 200 mil sehingga menembus ZEE milik Indonesia. Klaim yang dilakukan Malaysia dihitung dari pulau sipadan dan ligitan sepanjang 70 mil yang membuat klaim baru kepemilikan 12 mil laut disekitar pulau karang Ambalat. Wilayah perairan yang diklaim oleh Malaysia merupakan wilayah laut Indonesia yang secara resmi telah tercatat di UNCLOS pada tahun 1982, pengelolaan blok Ambalat juga telah dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1967. Malaysia bahkan mengambil langkah atas perusahaanya Petronas yang member konsesi pengeboran minyak untuk perusahaan Inggris- Belanda, yanmg kemudian bloktersebut diberi nama blok ND6 (Y) dan ND7(Z).  sedangkan Indonesia telah member konsensi pengeboran minyak kepada perusahaan Amerika Unocal dan ENI dari Italia. Hubungan kedua Negara semakin memanas, selain karena pengelolaan yang telah dilakukan, batas wilayah laut menjadi sulit diperbincangklan karena dalam keputusan UNCLOS Malaysia bukan merupakan Negara kepulauan sehingga penarikan batas laut harus dilakukan dari pulau Kalimantan bukan sipadan ligitan sedangkan Indonesia yang merupakan Negara kepulauan memang dapat menarik batas Negara mulai dari pulau terluar, hal yang menjadilebih sulit adalah peta Malaysia yang dikeluarkan pada tahun 1979 sehingga blok ambalat terhitung secara batas laut Continen.[6] Hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia semakin memanas dengan mengerahkan kekuatan militer di blok Ambalat oleh kedua Negara.[7] Masalah blok Ambalat tersebut sampai saat ini belum terselesaikan.
Resolusi konflik yang dilakukan ICJ sejatinya berhasil dalam menyelesaikan satu konflik, yaitu sengketa Sipadan dan Ligitan. Resolusi konflik yang dilakukan ICJ saat itu tidak mampu memberi keputusan terbaik karena masih terdapat celah yang membuat ruang lingkup masalah tidak terbatas dan justru meluas. Resolusi konflik terbaik adalah saat konflik yang diselesaikan secara damai dan ruang lingkup masalahnya menjadi terbatas, artinya konflik harus diselesaikan secara permanen bukan sementara, resolusi konflik yang baik tidak membuat penyelesaian yang dilakukan menimbulkan masalah yang berkelanjutan dimasa mendatang atau meluas sehingga menciptakan masalah lain.[8] Resolusi konflik yang dilakukan ICJ tidak mampu memprediksi masalah yang terjadi setelah keputusan dikeluarkan, prediksi masalah yang mungkin terjadi setelah dikeluarkanya keputusan sangatlah penting untuk membuat ruang lingkup masalah menjadi terbatas. Saat ICJ memutusklan kepemilikan Sipadan dan Ligitan maka prediksi yang seharusnya dilakukan adalah masalah penentuan batas wilayah laut, permasalahan batas wilayah darat dapat menciptakan konflik besar apalagi batas laut yang sangat sulit didemarkasikan. Jika prediksi tersebut dapat dilakukan maka batas laut juga dapat sekaligus diputuskan oleh ICJ.


[1] Marcel Hendrapati, pengaruh putusan mahkamah internasional dalam kasus pulau sipadan dan ligitan terhadap garis pangkal kepulauan Indonesia, Hasanuddin University, <http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/7752>, 2011.
[2] Amr/Apr, sengketa sipadan-ligitan hubungan baik RI-Malaysia lebih penting dari soal menang kalah, <http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7095/font-size1-colorff0000bsengketa-sipadanligitanbfontbrhubungan-baik-rimalaysia-lebih-penting-dari-soal-menangkalah>, 16 desember 2002
[3] Wahyu Dhyatmika, Duta Besar Malaysia minta Indonesia terima keputusan mahkamah internasional, Tempo.co, <https://m.tempo.co/read/news/2002/12/20/05535601/duta-besar-malaysia-minta-indonesia-terima-keputusan-mahkamah-internasional>, 20 desember 2002.
[4] Brigitta Sasmaya, Upaya pemerintah Indoensia mempertahankan dan memberdayakan pulau pulau terluar di Indonesia pasca lepasnya Sipadan dan Ligitan, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2014.
[5] Mustafa Abubakar, Menata pulau pulau kecil perbatasan, Buku Kompas, Jakarta, 2006.
[6] Desi Pratiningrum, Prospek hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia paska penyelesaian sengketa sipadan ligitan, program studi HI, FISIP, Universitas Airlangga, 2005.
[7] Aulia Pratama, dibayangi jet Malaysia Ambalat dicemaskan TNI lepas RI, CNN Indonesia, < http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150617095259-20-60494/dibayangi-jet-malaysia-ambalat-dicemaskan-tni-lepas-dari-ri/> 17 Juni 2015.
[8] Surwandono, Sidiq Ahmadi, Resolusi konflik didunia Islam, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak Keputusan ICJ (International Court of Justice) Terhadap Hubungan Indonesia Dan Malaysia

            Keputusan ICJ (International Court of Justice) atas kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan berdampak pada hubungan kedua N...