REGIONAL TRADE AGREEMENTS SEBAGAI
SALAH SATU HAMBATAN PERKEMBANGAN NEGOSIASI DI WORLD TRADE ORGANIZATION
LATAR
BELAKANG
WTO (World Trade Organization)
adalah organisasi ekonomi global, Sebagai organisasi kerjasama perdagangan yang
besar, WTO mengalami banyak kesulitan dalam menentukan kebijakanya, terutama
dalam hal membuat kesepakatan, sesuai dengan prinsip dari WTO itu sendiri bahwa
dalam pengambilan keputusan dengan konsesus dari semua anggotanya. WTO sulit
membuat keputusan karena proses negosiasi yang sangat lama. Sebagai organisasi
multilateral dengan anggota yang cukup banyak yaitu 146 negara anggota, (About WTO , 2016 ) WTO telah membuat
negara negara anggota mencari alternatif lain dalam menjalankan liberalisasi
perdagangan sebagaimana yang diharapkan karena proses negosiasi yang cukup
lama. Pembentukan organisasi perdagangan internasional dilakukan oleh negara
negara sebagai langkah untuk meningkatkan perdagangan internasional, salah
satunya adalah Regional Trade Agreements.
RTAs (Regional Trade Agreements)
merupakan kesepakatan antara kelompok negara-negara dalam suatu wilayah yang
kemudian terbentuk blok untuk menjalankan liberalisasi perdagangan dengan
menghilangkan batasan batasan perdagangan antar negara dikawasan itu sendiri. (Regional Trade Agreement, 2015) RTAs tercipta
sebagai reaksi atas organisasi multilateral yang lambat dalam membuat
keputusan, selain itu juga sebagai bentuk untuk mendukung liberalsiasi ekonomi,
selama ini RTAs tidak menghambat liberalisasi ekonomi namun justru dapat
membuat proses lebih cepat karena anggota yang tidak sebanyak organisasi WTO,
dalam hal ini RTAs dapat menjadi suatu blok untuk menjalankan liberalisasi multilateral.
(Sally, 2004). RTAs tercipta untuk
mendukung liberalisasi perdagangan multilateral namun terciptanya RTAs itu
sendiri memberi dampak yang kemudian menghambat proses negosiasi dalam WTO.
RUMUSAN
MASALAH
Mengapa regionalisasi justru dapat menghalangi
perkembangan negosiasi antarnegara dalam WTO?
PEMBAHASAN
A. RTAs lebih efektif dibanding WTO
WTO (World Trade
Organization) beranggotakan begitu banyak negara didunia yang termasuk
didalamnya negara negara maju dan berkembang, dalam proses negosiasi antar
anggota WTO mengalami kesulitan untuk membuat kebijakan agar menguntungkan
semua pihak. Dalam beberapa kasus negara berkembang sering merasa tidak
diperhatikan karena power dari negara maju, seperti halnya dalam kesepakatan pengurangan subsidi pertanian yaitu AOA
(Agreement on Agreeculture) yang hasilnya membuat kelompok negara negara berkembang merasa dirugikan karena penghasilan negara negara berkembang
yang mayoritas adalah pertanian. (Wulandari, 2017) merasa dirugikanya
negara negara berkembang membuat kekecewaan terhadap organisasi global WTO. Negara
negara anggota di dalam WTO memiliki keadaan yang berbeda beda, sehingga
kebijakan yang dibuat belum tentu dapat disetujui atau menguntungkan semua
pihak, hal ini karena keanggotaan WTO yang sangat luas.
Kehadiran RTAs (Regional Trade Agreements) menjadikan negara negara berkembang memiliki
harapan untuk terlibat dalam liberalisasi ekonomi karena dengan anggota yang
sedikit dan berada dalam kawasanya, negara negara dalam RTAs dapat membuat
kesepakatan yang sesuai dengan keadaan negara negara dikawasanya. Negara negara
berkembang yang tergabung dalam RTAs dapat mengasah kemampuanya dalam
perekonomian internasional untuk terlibat lebih jauh didalam perekonomian
global. RTAs menjadi sangat efektif karena jalan membuat keputusan dan
perjanjian antar negara negara di suatu kawasan menjadi lebih mudah. Sebagai
contoh perjanjian perdagangan di organisasi regional AFTA (ASEAN Free Trade
Area) yang mengurangi hambatan perdagangan dikawasan ASEAN dan kemudian memberi
keuntungan bagi negara negara ASEAN karena negara negara yang tertinggal
seperti Laos, Myanmar, Kambodja dapat ikut serta dalam perdagangan regional dan
memberi dampak positif bagi negaranya karena pengurangan tarif perdagangan
regional dalam bidang pertanian justru membuat negara negara kurang berkembang
mendapat banyak pasar dan dapat menunjukan kualitasnya, serta meningkatkan
produksi. Komitmen negara negara didalam AFTA juga disesuaikan dengan keadaan
negara, seperti negara negara kurang berkembang Laos, Burma, Kambodja, vietnam
yang akan mengurangi tarif mereka dari 0-5% mulai tahun 2015. Tingkat kerjasama
didalam organisasi regional akan terus meningkat untuk saling membantu dalam
mengamankan perekonomian regional sebagai akibat dari ketergantungan ekonomi
juga, sehingga beberapa negara dalam satu kawasan dapat mentolerir dampak
negatif yang terjadi terhadap negaranya demi keuntungan bersama dan kemajuan
ekonomi jangka panjang seperti halnya Thailand yang kehilangan pasar berasnya
sebesar 0,5% untuk Vietnam. Dalam kesepakatan AFTA, dampak negatif juga terjadi
namun dampak dampak negatif tersebut dapat diterima oleh negara negara yang
mengalaminya, seperti Thailand yang kehilangan pasar bagi beberapa produknya
dikarenakan produknya saat itu tidak dapat bersaing dengan produk produk negara
ASEAN lainya, namun keuntungan yang didapat Thailand juga cukup besar dan kehilangan
pasar bagi Thailand adalah tantangan untuk meningkatkan kualitas produknya. (AFTA)
Bentuk kerjasama
perdagangan dalam suatu kawasan memiliki banyak keuntungan bagi negara negara
anggotanya. Salah satu keuntungan besarnya adalah terwujudnya ekonomi kawasan
yang maju. Kerjasama yang dilakukan dalam suatu kawasan lebih banyak
mempertimbangkan keadaan negara negara anggotanya dan proses negosiasi dalam
satu kawasan lebih mudah dilakukan karena dalam satu kawasan memiliki
keanggotaan yang mayoritas seprti halnya AFTA yang mayoritas adalah negara
negara berkembang. Dibandingkan dengan WTO tentu RTAs dapat lebih diandalkan
untuk memajukan perekonomian negara negara anggota.
B. RTAs dan WTO
Organisasi
perdagangan global, WTO dan RTAs memiliki tujuan yang sama untuk memajukan
liberalisasi perekonomian internasional. Kekhawatiran yang muncul adalah bahwa implementasi
dari kedua organisasi tersebut akan terjadi tumpang tindih kebijakan perdagangan
diantara negara negara anggota. Terciptanya RTAs kemudian membantu WTO dalam
mengambil ranah yang lebih kecil seperti negara negara yang selama ini didalam
WTO tidak memiliki power atau keuntungan yang cukup. Hampir dari setiab negara
anggota WTO telah memiliki organisasi perdagangan regional masing masing bahkan
RTAs yang diikuti negara negara anggota WTO bisa lebih dari satu RTAs. (Regional trade agreements) Untuk menjaga
harmonisasi antara organisasi global dan regional serta menghindari tumpang
tindih kebijakan antara kedua organisasi, WTO menerapkan beberapa langkah untuk
mengatur RTAs. Pada dasarnya, WTO menerapkan prinsip non diskriminasi, namun
untuk RTAs merupakan pengecualian dan diberi wewenang dibawah WTO sesuai dengan
peraturan peraturan didalamnya. Untuk menjaga kepentingan WTO atas dampak dari
terbentuknya RTAs, sekretariat WTO dimina untuk mengumpulkan informasi terkait
RTAs untuk meningkatkan transparansi didalam keanggotaan WTO itu sendiri. (Shadikhodjaev, 2011)
Efek yang
sebenarnya terjadi akan adanya RTAs adalah bahwa kerangka kerja perdagangan
multilateral menjadi lebih kuat dengan menguatnya blok disetiap regional yang
ada dan keterlibatan aktif negara negara dalam aktifitas liberalisasi
perdagangan, serta beberapa kerangka kerja regional dapat mengurangi kekurangan
yang terjadi didalam organisasi global yaitu WTO. Dalam hal ini, RTAs dapat
membantu WTO dalam meningkatkan liberalisasi ekonomi, (benefits of trade liberalisation , 2017) namun dalam beberapa
hal tentu RTAs dapat menghambat kinerja WTO, seperti dalam proses negosiasi
didalam WTO yang menjadi kian sulit ditemukan kesepakatanya. Regionalisasi
menjadikan blok blok yang membangun karakter perekonomian yang berbedaantara
regional satu dengan yang lainya.
C. RTAs menghambat negosiasi di WTO
Proses negosiasi
dalam WTO selama ini mengalami berbagai kesulitan karena banyak hal, salah
satunya adalah terbentuknya RTAs, ini adalah hal yang sifatnya saling
mempengaruhi karena sulitnya negosiasi dalam WTO membuat negara negara anggota
membentuk organisasi perdagangan regional (Sally, 2004)
namun kembali lagi, bahwa terbentuknya RTAs juga menghambat proses negosiasi
dalam WTO. Yang menjadi faktor utamanya adalah bahwa RTAs menjadi organisasi
yang lebih efektif dibanding WTO, meski WTO juga mengambil peran dalam mengatur
RTAs yang ada. Dengan efektifitas yang dimiliki RTAs, maka negara negara
anggota WTO lebih mengutamakan kepentingan didalam regionalnya, proses
negosiasi menjadi semakin lama dengan hilangnya kredibilitas WTO dimata negara
negara anggota, pasalnya sejak tahun 1995 WTO tidak mampu membuat perjanjian
sampai pada tahun 2013 di Bali terbentuk perjanjian baru (World Trade
Organization (WTO), 2014). Dibandingkan dengan RTAs yang telah
menghasilkan banyak kesepakatan dan perjanjian, tentu negara negara anggota WTO
lebih memilih untuk melakukan aktifitas liberalisasi perdagangan melalui RTAs.
Semakin jelas dengan melihat tujuan dari terbentuknya RTAs pada negara negara
berkembang yang bertujuan melindungi kepentingan negara negara dikawasan dari
dominasi negara negara maju sehingga mampu meningkatkan daya saing dengan
negara negara diluar kawasan. (Secretariat, 1999) Kemajuan RTAs seakan
membentuk suatu blok yang kuat sehingga perlu dipertimbangkan dalam proses
negosiasi di WTO.
RTAs membentuk
blok blok tersendiri dalam menjalankan liberalisasi perekonomian internasional,
dengan tujuan memperkuat potensi ekonomi kawasan dan meningkatkan daya saing
serta memproteksi perekonomian kawasan (Muttaqin). Blok-blok tersebut
memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainya, hal ini menimbulkan
kesulitan dalam perundingan di WTO. RTAs memperkuat negara negara anggotanya
dalam kegiatan perekonomian dan menambah power di regional, hal inilah yang
kemudian dalam negosiasi WTO diwarnai berbagai kepentingan dan blok blok dari
regional yang ada. Penulis berasumsi bahwa terciptanya RTAs dapat menghambat
negosiasi di WTO dapat dikiaskan dengan sebuah negara demokrasi yang
menciptakan banyak lembaga dengan karakter yang berbeda beda sehingga dalam
menghasilkan suatu kebijakan pemerintah, akan muncul pro dan kontra yang kuat
dari lembaga sesuai kepentinganya. Dalam negosiasi WTO, RTAs secara tidak
langsung telah membuat suara dari negara negara anggotanya menjadi searah dan kuat
sehingga dalam proses negosiasinya, negara negara anggota akan terus
memperjuangkan kepentinganya dengan dukungan negara negara anggota lain dari
satu kawasanya.
Sulitnya negosiasi dalam WTO salah satunya adalah Doha Development Agenda (DDA) yang sulit
disepakati karena perbedaan pendapat antar negara negara anggota di WTO, Uni
Eropa dan Amerika Serikat menyarankan kebijakan tersebut, agenda yang
menyepakati 20 bidang perdagangan tersebut mengalami kelambatan dalam mencapai
kesepakatan karena perbedaan persepektif terutama antara negara maju dan
berkembang, disisi lain beberapa negara berkembang telah mengalami perkembangan
ekonomi yang kuat sehingga pendapatnya sangat dipertimbangkan, serta negara
negara berkembang saat itu telah memiliki pasar bebas regional yang membuat
penghilangan subsidi ekspor pertanian yang menjadi salah satu isi dari DDA
mengalami perdebatan panjang. (Lester, 2016 )
KESIMPULAN
Proses negosiasi didalam WTO yang
sulit dan lambat serta dominasi oleh power dari negara negara maju membuat
negara negara anggota WTO menciptakan sendiri organisasi regional atau RTAs
(Regional Trade Agreements) yang bertujuan untuk melindungi kepentingan negara
negara anggota dalam hal liberalsiasi perdagangan karena proses didalam WTO
terdapat politik yang cukup luas sehingga menghambat negara negara berkembang
dalam menjalankan liberalisasi perdagangan. Dampak dari terciptanya RTAs itu
sendiri kemudian memberi sumbangsih besar dalam aktifitas liberalisasi
perdagangan internasional artinya RTAs telah membantu melengkapi kekurangan
yang dialami WTO.
Dampak lain yang muncul adalah
bahwa proses negosiasi dalam WTO kian sulit akibat adanya penguatan karakter
ekonomi oleh kawasan kawasan yang telah membentuk RTAs. Pembentukan RTAs
membuat negara negara berkembang menjadi lebih kuat dan memiliki power untuk
bernegosiasi di WTO sehingga proses negosiasi tidak berjalan mudah karena
perjanjian yang akan disepakati dalam WTO tentu menimbulkan pro dan kontra
diantara negara negara anggota karena perbedaan kondisi sebuah negara. Dalam
kasus apabila tidak ada RTAs maka negara negara berkembang akan kesulitan dalam
melawan kepentingan negara maju karena ketergantungan besar dari negara negara
berkembang terhadap negara maju, dengan adanya RTAs negara negara berkembang
dalam satu kawasan telah memiliki kekuatan ekonomi serta ketergantungan ekonomi
antar negara berkembang sehingga dalam mennghadapi kepentingan negara maju,
negara berkembang memliki mental yang cukup, hal ini menyebabkan alotnya
negosiasi dalam perjanjian di WTO.
Bibliography
About WTO . (2016 ).
Retrieved from WTO :
https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_e.htm
AFTA, a. (n.d.). BENEFITS FROM ASEAN FREE TRADE AREA
(AFTA) TARIFF CUTS . Retrieved from business-in-asia:
http://www.business-in-asia.com/asia_freetrade.html
benefits of trade liberalisation . (2017).
Retrieved from OECD: http://www.oecd.org/trade/benefitlib/regionaltradeagreements.htm
Lester, S. (2016 ). Is the Doha Round Over? The WTO’s
Negotiating Agenda for 2016 and Beyond. Retrieved from cato institute :
https://www.cato.org/publications/free-trade-bulletin/doha-round-over-wtos-negotiating-agenda-2016-beyond
Regional Trade Agreement. (2015). Retrieved from
Retrieved from ministry of industry, trade and tourism:
http://www.mit.gov.fj/index.php/divisions/trade-division/regional-trade-agreement
Regional trade agreements. (n.d.). Retrieved from
World Trade Organization: https://www.wto.org/english/tratop_e/region_e/region_e.htm
Sally, R. (2004). The WTO in Perspectif, The Politics of
WTO. . In M. Hocking, Trade politics (p. 112). USA: Routledge.
Secretariat, A. (1999). ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA): AN
UPDATE. Retrieved from ASEAN :
http://asean.org/?static_post=asean-free-trade-area-afta-an-update
World Trade Organization (WTO). (2014). Retrieved from
KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA:
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/World-Trade-Organization-%28WTO%29.aspx
Wulandari, A. (2017). DAMPAK KEBIJAKAN WTO (WORLD TRADE
ORGANIZATION) PAKET BALI 2013 TERHADAP PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
INDONESIA . Retrieved from unpas: http://repository.unpas.ac.id/27904/